Minggu, 13 April 2008

SANKRI



Diktat Kuliah

Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI)


Karya Ilmiah Untuk Menambah Kepustakaan :

Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Maulana Yusuf Banten



Disusun Oleh :



A. Machron Chairulfalah



SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI  (STIA) MAULANA YUSUF BANTEN SERANG 2008


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji kita panjatkan kehadhirat Alloh Rob yang menciptakan seluruh alam raya beserta isinya, atas segala kenikmatan yang tidak terkira kita semua dapatkan dalam menempuh perjalanan hidup ini.

Diktat Kuliah Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia ini dipersiapkan sebagai buku pedoman bagi Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Maulana Yusuf Banten dalam menempuh mata kuliah Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setiap manusia dimana pun pasti ada titik kelemahan dan kekurangan, bigitu juga dalam penyusunan diktat ini pasti banyak sekali kekurangannya. Apalagi dalam penyusunan diktat kulaih ini bermula dari persiapan perkuliahan dan handout mahasiswa. Mohon maaf yang paling dalam kepada rekan-rekan sejawat dimana pun berada yang merasa terkutip di tulisannya didalam diktat kuliah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan sekali kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan diktat ini di masa yang akan datang.

Semoga diktat ini mencapai tujuan yang diharapkan yaitu bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi masyarakat.

Serang, Maret 2008

Penulis,

A. Machron Chairulfalah

BAB I

ADMINISTRASI NEGARA SEBAGAI SUATU SISTEM

A. Pengertian Sistem

Gabriel A. Almond yang dikutip oleh Schoderbek & Co. dalam buku “Management System : Conceptual Considerations” menyatakan sistem yang penulis terjemahkan sebagai berikut : “Sistem sebagai suatu konsep ekologis yang menunjukkan adanya suatu organisasi yang berinteraksi dengan lingkungan yang mempengaruhi maupun yang dipengaruhinya”.

Sedang Schoderbek & Co. dalam buku “Management System : Conceptual Considerations” menyatakan sistem yang penulis terjemahkan sebagai berikut : “Sistem sebagai seperangkat ‘tujuan’ yang bersama-sama dengan interelasi di antara tujuan dan di antara ‘atribut-atributnya’ dihubungkan satu sama lain, serta dihubungkan dengan ‘lingkungan’ sedemikian rupa sehingga membentuk satu ‘keseluruhan’ ”.

Kemudian Schoderbek & Co. dalam buku “Management System : Conceptual Considerations” menunjukkan sepuluh karakteristik dari teori sistem, terdiri dari :

1) Interelasi dan interdependensi,

2) Holisme,

3) Sasaran,

4) Masukan dan keluaran,

5) Transformasi,

6) Entropi,

7) Regulasi,

8) Hierarki

9) Diferensiasi

10) Equifinaliti

Kalau dijelaskan masing-masing karakteristik tersebut sebagai berikut :

a) Interelasi dan interdependensi, bahwa setiap sistem mempunyai berbagai elemen atau subsistem yang saling berkaitan dan saling bergantung satu sama lain.

b) Holisme, bahwa setiap pendekatan sistem mengharuskan pengamatan dimulai dari keseluruhan, bukan per–elemen atau per–unsur/bagian. Artinya suatu elemen/bagian/unsur yang dipelajari tidak akan dipandang sebagai unit yang terpisah tetapi dilihat dalam kaitan interdependensinya dengan keseluruhan elemen/bagian/unsur lainnya.

c) Sasaran, bahwa sistem terjadi interaksi antar elemen/unsur/sub-sisem yang dengan interaksi tersebut dapat menghasilkan sesuatu keadaan yang memungkinkan aktivitas-aktivitas dalam sistem mencapai tujuan yang telah ditentukan.

d) Masukan dan keluaran, bahwa seluruh sistem dapat bekerja jika telah adanya masukan (input) yang akan diproses menjadi keluaran (output) yang diperlukan sabagai masaukan-masukan bagi sistem lain.

e) Transformasi, bahwa semua sistem selalu mengubah masukan menjadi keluaran dalam arti masukan itu diproses sedemikian rupa sehingga bentuk keluaran itu akan berbeda dari bentuk awalnya.

f) Entropi, bahwa semua sistem mempunyai ‘batas kehidupan’ apabila dalam sistem tersebut terdapat ketidakteraturan (kondisi disorganisasi) mencapai puncak tertinggi sehingga terjadi stagnasi akhirnya sistem akan mati.

g) Regulasi, bahwa supaya elemen-elemen dalam sistem yang saling berkaitan dan bergantung perlu untuk diatur interaksinya (misalnya dengan uasaha-usaha perencanaan dan kontrol) agar semua tujuan sistem dapat tercapai.

h) Hierarki, bahwa semua sistem secara keseluruhan terdiri atas subsistem-subsistem. Jaringan yang meliput seluruh subsistem dan subsistem yang lebih kecil adalah hirarki.

i) Diferensiasi, bahwa setiap elemen atau subsistem dari suatu sistem masing-masing akan melaksanakan fungsi-fungsi tertentu. Artinya setiap elemen atau subsistem memiliki fungsi yang berbeda dari fungsi yang dimiliki oleh subsistem yang lain.

j) Equifinaliti, bahwa dalam sistem terbuka sesuatu keadaan dapat dicapai dengan berbagai macam, artinya sesuatu hasil dapat ditempuh dengan berbagai cara dan jalan.

Selanjutnya pendapat Rusell L. Ackoff dalam pengantar buku “Management System : Conceptual Considerations” karangan Schoderbek & Co. dengan singkat membatasi sistem sebagai : “seperangkat elemen yang saling melakukan interaksi”. Kemudian Rusell L. Ackoff dengan menyadari situasi dunia yang semakin kompleksitas dan interdependensi, maka situasi pasca Perang Dunia II tersebut dinamakan “Century of System” (Abad Sistem) yang oleh Alvin Toffler disebut dengan “future shock” dan oleh Peter Drucker dikatakan sebagai “the age og discontinuity”.

Mengenai unsur sistem pada umumnya yang dikenal adalah masukan (input), proses (convention), keluaran (output), dan umpan balik (feedback) :










B. Pengertian Administrasi Negara / Administrasi Publik

Kalau kita mengutip definisi administrasi negara menurut Dwight Waldo dalam bukunya “Introduction to The Study of Public Administration” membahas dua jenis definisi tentang Public Administration :

1. Public Administration adalah Organisasi dan manajemen dari manusia dan benda guna mencapai tujuan-tujuan pemerintah.

2. Public Administration adalah suatu seni dan ilmu tentang manajemen yang dipergunakan untuk mengatur urusan-urusan negara

Seperti kita ketahui bahwa administrasi negara yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris, public administration. Dalam bahasa Indonesia ada yang menterjemahkan dengan administrasi negara, ada juga yang menterjemahkan dengan administrasi publik, dan ada juga yang menterjemahkan dengan administrasi pemerintahan. Bahkan Hassan Shadily dan John M. Echols dalam Kamus Bahasa Indonesia – Inggris menterjemahkan dalam “ilmu ketataprajaan, ilmu usaha negara, administrasi pemerintah atau negara”. Tetapi tidaklah mudah untuk mendefinisikannya, dikarenakan beberapa alasan berikut :

Pertama : Terlalu banyak definisi administrasi negara, bahkan The Liang Gie (1981) seorang ahli administrasi negara pertama di Indonesia pada tahun 1970-an telah mengumpulkan sebanyak 45 definisi administrasi negara. Diantara definisi-definisi tersebut merujuk pada administrasi negara, administrasi publik, administrasi pemerintahan, bahkan merujuk pada birokrasi maupun “sistem politik”. Selain hal itu juga seperti dikemukakan Dwight Waldo dalam bukunya “Introduction to The Study of Public Administration”, menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada definisi yang tepat tentang public administration. Mungkin ada definisi yang ringkas tetapi tidak dapat memberikan penjelasan dalam satu paragraf dan akan menambah suatu kekaburan pikiran karena definisi itu mengandung kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang abstrak yang akhirnya mengandung pengerian yang abstrak pula.

Kedua : Jika administrasi negara dianggap sebagai ‘ilmu usaha negara’, maka urusan ‘negara’ pada masa sekarang ini banyak dilakukan dengan ‘cara negara’, seperti adanya BUMN/BUMD. Bahkan semenjak trend ‘reinventing government’ digulirkan banyak BUMN yang diswastanisasikan. Dengan demikian maka dalam ‘administrasi’ negara terkandung penekanan pemahaman lebih mendalam sebagai ‘manajemen’.

Ketiga : Secara etimologis administrasi berasal dari Bahasa Inggris dari kata Administration yang juga berasal dari Bahasa Yunani administrare yaitu gabungan dari kata Ad dan Ministrare, Ad artinya intensif sedang Ministrare artinya melayani, jadi Administrare artinya melayanani ( to serve ) secara intensif. Walau demikian bentuk pelayanan administrasi negara pada masa sekarang bukan hanya melayani untuk mengikuti tugas-tugas rutin semata tetapi harus mampu mengkreasikan nilai-nilai yang baik untuk perkembangan masyarakatnya, terutama dalam membangun keunggulan-kompetitif nasional menghadapi terbukanya persaingan pasar global. Walau pasar global itu asalnya masalah perekonomian, tetapi mempunyai dampak yang lebih besar terhadap kehidupan sosial budaya, politik, hukum, ideologi dan pertahanan keamanan, maka administrasi negara harus menembuhkan organisasi-organisasi negara, organisasi swasta dan Quasi Government Organization (organisasi kemitraan negara dengan swasta) yang mempunyai daya saing global.

Keempat : Semenjak semakin tingginya tingkat pengetahuan dan kompetensi masyarakat dan adanya desakan globalisasi maka untuk meresponnya digulirkan konsep Good Governance. Maka administrasi negara semakin menemui kenyataan kompleksitas sebagai akibat keluasan dan kerumitan dalam menjalankan fungsinya, selain itu juga harus berusaha mewujudkan ciri-ciri good governance, yaitu :

1. Partisipasi. Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berserikat, berbicara dan berparetisipasi secara kontruktif.

2. Kekuasaan Hukum (rule of law). Kerangka hokum harus adil dan dilaksanakan tanpa pengecualian, terutama hokum untuk Hak Asasi Manusia (HAM).

3. Transparansi. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses kegiatan lembaga dan informasinya secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Dalam hal ini informasi harus dipahami dan dimonitor.

4. Ketanggapan (responsiveness). Setiap lembaga dan proses kegiatannya harus melayani para pihak terkait (stakeholders).

5. Orientasi Konsensus. Governance yang baik menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih luas, baik dalam hal kebijakan maupun prosedur.

6. Kesataraan (Equity). Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai kesempatan untuk meningkatkan atau memelihara kesejahteraannya.

7. Hasil Guna Dan Daya Guna (Effectiveness & Efficiency). Setiap proses dan lembaga menghasilkan produk tertentu dengan menggunakan sumber-sumber yang tersedia sebaik mungkin.

8. Ketanggunggugatan (Accountability). Para pengambil keputusan dalam pemerintahan, sector swasta dan masyarakat bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini berbeda-beda tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah kepoutusan tersebut internal atau eksternal.

9. Visi Strategis. Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif governance yang baik dan pengembangan sumber daya manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan.

Maka untuk masa kini terjadi paradigma baru dalam administrasi negara. Kini istilah public administration juga diterjemahkan administrasi publik yang didalamnya mengandung makna bahwa : “Administrasi Publik mengurusi kepentingan (pelayanan) terhadap masyarakat, penduduk, warga negara dan rakyatnya. Dalam pelayanan tersebut birokrasi pemerintahan menetapkan berbagai disiplin. Karena dari sinikah keterlibatan publik (Pemerintah), sehingga publik diartikan sebagai hubungan yang memerintah dengan yang diperintah dan penempatan pada proporsinya”.

Dengan demikian administrasi negara semakin meluas, berkenaan dengan penyelenggaraan negara juga menyangkut sektor dan aktor atau lembaga-lembaga yang terkait didalam sistem politik. Berkaitan dengan hal tersebut menurut David Bresnick menyebutnya sebagai Setting of an Administrative Game yang meliputi : bureau, agency, superagency, political executive, political system (legislatif, judicial, public opinion) dan social system. Hal ini secara bebas dapat divisualisasikan sebagai berikut :


Dari gambar tersebut diatas juga secara implisit telah tergambarkan bahwa good governance pada dasarnya bersenyawa dengan sistem administrasi negara. Oleh karena itu upaya mewujudkan good governance merupakan pula upaya melakukan penyempurnaan sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara keseluruhan.

C. Sistem Administrasi Negara

Dalam membicarakan Administrasi Negara sebagai suatu sistem, beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu :

v Sifat ‘publik’ yang melekat pada istilah Administrasi Negara , karena sifat aktivitas dan pelayanan yang secara primer dipusatkan kepada masyarakat.

v Administrasi Negara harus dipandang sebagai organisasi yang mempunyai tujuan dan aktivitas yang jelas, sehingga dapat memudahkan untuk menerapkan esensi setiap sistem yang terdiri dari struktur, fungsi, dan lingkungan. Fred W. Riggs dalam buku “Trends in the Comparative Study of Public Administration” menterjemahkan sistem Administrasi Negara sebagai “struktur untuk mengalokasikan barang dan jasa dalam satu pemerintahan”.

v Dalam negara-negara yang menganut faham pemisahan kekuasaan, kedudukan Sistem Administrasi Negara amat jelas yaitu berfungsi untuk melaksanakan apa saja yang telah diputuskan oleh lembaga-lembaga legislatif. Walau kadang dalam kenyataan Sistem Administrasi Negara juga membuat keputusan-keputusan dan pemberi saran masukan dalam perumusan atau formulasi kebijakan.

Berdasarkan pemikiran-pemikairan tersebut di atas, maka apa yang dimaksud dengan Sistem Administrasi Negara adalah sistem dari 1) masukan, 2) proses, 3) keluaran, dan 4) umpan balik.

Ad. 1) Masukan bagi Administrasi Negara terdiri dari :

- raw input (masukan bahan mentah)

- instrumental input (masukan prasarana)

- environmental input (masukan dari lingkungan)

Sedangkan kalau menurut pendapat Schoderbek & Co. dalam buku “Management System : Conceptual Considerations” input bagi Sistem Administrasi Negara terdiri dari :

- serial input (masukan beruntun), berupa masukan yang merupakan hasil dari sistem lain yang dihubungkan secara beruntun. Serial input dapat diketahui jika tidak ada maka sistem akan berjalan lamban, bahkan sistem dapat berhenti berfungsi.

- random input (masukan acak), merupakan masukan yang bersifat potensial bagi suatu sistem dan sangat berpengaruh terhadap kegiatan sistem yaitu menentukan tingkat efisiensi kegiatan sistem.

- portion input (masukan porsi), lebih tepat disebut umpan balik, karena merupakan keluran dari suatu sistem yang akan dijadikan masukan kembali bagi sistem yang bersangkutan.

Ad. 2) Proses dalam Sistem Administrasi Negara disebut juga konversi atau transformasi. Administrasi Negara sebagai sistem merupakan prosesor semua masukan menjadi keluaran. Pengubahan masukan menjadi keluaran dilakukan melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, penganggaran, dan bahkan ditambah dengan kegiatan-kegiatan lain seperti misalnya : komunikasi, pembuatan keputusan, dan latihan. Proses konversi akan berada berdasarkan liputan kewilayahan, nasional, provinsi, kabupaten/kota, atau desa. Proses konversi juga dipengaruhi siklus kenegaraan yang diperlukan, misal dalam proses perencanaan program pembangunan, ada jangka panjang, jangka lima tahunan, dan ada pula program tahunan.

Ad. 3) Keluaran menunjukkan apa saja yamh telah dihasilkan oleh Administrasi Negara. Kalau membicaran pembangunan, maka rencana pembangunan lima tahunan merupakan keluaran. Tetapi keluaran dari Sistem Administrasi Negara juga dapat berupa apa yang telah diberikan dan diperbuat oleh Sistem Administrasi Negara pada rakyat. Menurut Fred W. Riggs dalam buku “Trends in the Comparative Study of Public Administration keluaran dari Sistem Administrasi Negara dapat berupa :

- bersifat fisik, misal pelayanan barang, pembangunan gedung dan fasilitas pendidikan.

- berupa perilaku, misal pelayanan jasa publik, pengawasan harga, dan pemantapan nilai mata uang.

Menurut pendapat Kast dan Rosenzweig dalam buku “Organization and Management : A System Approach bahwa : “teori sistem memberikan kerangka konseptual untuk mendekati organisasi dan manajemen lingkungannya yang bersifat kompleks dan dinamis”.

Pemikiran sistem akan memberikan faedah sebagai berikut :

- merupakan upaya untuk menggambarkan perkaitan di antara sub-sistem, serta interelasi antara sistem dengan suprasistemnya.

- Memudahkan untuk memahami aspek-aspek ‘sinergetik’, misalnya prioritas dalam pembangunan nasional diletakkan pada pembangunan ekonomi, tetapi pembangunan ekonomi yang dapat mampu mendorong pembangunan bidang-bidang lainnya.

- Memudahkan untuk memahami gejala-gejala dan organisasi dengan semua kemdala yang terkandung di dalam lingkungan eksternalnya.

Karakteristik lingkungan nasional sangat mempengaruhi penyelenggaraan program administrasi. Maka pemahaman tentang karekteristik administrasi negara akan lebih bermakna dengan memandang secara holistik sebagai suatu keseluruhan yang utuh sebagai suatu sistem. Selain administrasi negara sebagai suatu sistem yang utuh juga merupakan bagian dari suprasistem nasional. Sehingga administrasi negara sebagai suatu sistem merupakan serangkaian dengan sistem pertahanan keamanan (sistem Hankam), sistem ekonomi, sistem politik, sistem sosial budaya yang semuanya berkaitan dalam suatu sistem nasional.

Seperti kita ketahui bahwa inti dari administrasi negara adalah kebijakan publik maka sistem administrasi negara aktivitasnya adalah proses kebijakan publik dalam berbagai tingkatan. Proses kebijakan publik tadi selalu berkaitan dengan sistem politik, sistem ekonomi, sistem Hankam dan bahkan sistem sosial budaya. Atau dalam proses kebijakan publik tadi terdapat hubungan sinergi dengan sistem Administrasi Negara dan bahkan sering terdapat hubungan interpendensi atau saling ketergantungan. Pada masyarakat modern ini bercirikan situasi kompleksitas dan interpendensi.

Begitu juga Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia mencakup keseluruhan aspek sebagai suatu kesatuan yang meliputi struktur, fungsi dan identitasnya dengan liputan nasional. Hal ini sesuai dengan apa yang telah disebutkan tadi bahwa sistem administrasi negara tidak berdiri sendiri akan tetapi berkaitan dengan sistem nasional sehingga terjadi interpendensi.

Pola Interpendensi


Hubungan Sinergeti


Sifat sinergik tersebut artinya perlakuan terhadap satu sistem akan menunjang dan menguatkan sistem-sistem lainnya.
Pembangunan jangka panjang Indonesia sebagian besar diarahkan pada pembangunan ekonomi dengan sasaran utama untuk mencapai keseimbangan antara bidang pertanian dan industri, serta untuk terpenuhinya kebutuhan pokok rakyat. Dilain pihak peningkatan pada hasil-hasil bidang ekonomi akan tersedia sumber-sumber pembangunan yang lebih luas bagi peningkatan pembangunan di bidang sosial budaya, politik, dan pertahanan keamanan nasional.
BAB II

POSISI DAN PERAN SANKRI

(SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA)

A. Pengertian Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bagian dari sistem nasional mempunyai landasan, asas dan yang sama dengan suprasistemnya.

Landasan Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945.

Tujuan Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia adalah termuat dalam Pembukaan Undang undang Dasar 1945 Alinea IV tentang tujuan negara :

- Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
- Memajukan kesejahteraan umum.
- Mencerdaskan kehidupan bangsa.
- Dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Di era reformasi dengan euporia politik sekarang ini kedudukan sistem administrasi negara seolah-olah tersembunyi. Selain karena gema nuansa konflik politik terus berlangsung tak terselesaikan sehingga ricuhnya sistem politik negara Indonesia ini berakibat juga terhadap masalah pertahanan keamanan, dengan merebaknya disintegrasi bangsa dan munculnya kerusuhan-kerusuhan sosial, maka hal ini pula tentu ada pengaruhnya terhadap sistem administrasi negara. Kemudian secara teoritis dalil Frak J Goodnow masih membekas bahwa politik yang melahirkan keinginan-keinginan negara atau melakukan kebijakan-kebijakan, sedangkan administrasi negara yang melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut. Pendapat tersebut juga sesuai dengan yang dikemukakan oleh Leonard D. White yang menyatakan bahwa : “apabila politik berakhir, maka administrasi pun mulai”. Hal ini tentu saja sistem administrasi negara belum menunjukkan kinerjanya, karena bagaimana mau melaksanakan kebijakan publik bagaimana sebab kebijakan publik yang diambil oleh politik belum banyak sementara konflik politik antara legislatif dengan eksekutif masih berlangsung.
Kedudukan sistem administrasi negara masih tersembunyi tetapi peranan sistem administrasi negara dapat diandalkan secara strategis. Hal yang efisien, efektif, bersih, dan berwibawa untuk menggerakkan pembangunan. Bahkan sistem administrasi negara berbeda dengan sistem lain karena memiliki struktur dan fungsi yang paling jelas. Struktur sistem administrasi negara merupakan perangkat yang bersifat resmi sehingga konsekuensinya struktur tersebut memiliki keabsahan dan kewenangan yang sah.
Input dalam sistem administrasi negara terdiri dari input fisik (sumber daya alam) dan input non-fisik (sumber daya manusia). Dari input non–fisik ini maka sistem administrasi negara mengenal masukan berupa keinginan dan dukungan. Keinginan masyarakat akan ditampung dan diformulasikan dalam kebijakan publik yang tentu saja implementasinya kebijakan tersebut akan mendapat dukungan dari masyarakat.
Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlaku sekarang mempunyai karakteristik :
1. Terdapatnya lembaga-lembaga resmi ( MPR, DPR, Presiden / Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Daerah, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, & Mahkamah Konstitusi ).
2. Keanggautaan dalam sistem administrasi negara berdasarkan rekruitmen keahlian.
3. Diantara berbagai organisasi atau subsistem administrasi negara terdapat pola hubungan sistematik, baik secara fungsional maupun struktural dengan melekatkan aspek senergetik.
4. Kaidah-kaidah normatif yang diperlukan dalam sistem administrasi negara harus rujuk dengan Pancasila dan UUD 1945.

B. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia Sebagai Sistem Penyelenggaraan Negara Dan Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

1. Aparatur Negara

Administrasi Negara sebagai konsep tidak terlepas dari konsep Aparatur Negara. Dalam praktek pembangunan administrasi negara dalam GBHN dan Repelita disebut sebagai pembangunan Aparatur Pemerintah (sampai dengan GBHN 1988) dan selanjutnya Aparatur Negara. dalam GBHN 1999-2004 pembangunan berbagai dimensi administrasi negara diberi judul Peneyelenggara Negara, yang misinya adalah “Perwujudan Aparatur Negara yang berfungsi melayani masyarakat, professional, berdaya guna, produktif, transparan, bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)”.

GBHN 1993 dan 1998 telah memberikan batasan tentang Aparatur Negara, yaitu keseluruhan lembaga dan Pejabat Negara serta pemerintahan negara yang meliputi Aparatur Kenegaraan dan Aparatur Pemerintahan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :

1. Aparatur Negara terdiri atas Aparatur Kenegaraan dan Aparatur Pemerintahan

2. Aparatur diartikan lembaga dan sekaligus orang/pejabatnya;

3. Aparatur Kenegaraan adalah lembaga-lembaga negara berdasarkan UUD 1945;

4. Aparatur Pemerintahan adalah :

a) Aparatur Pemerintahan baik di Pusat maupun Daerah; yaitu Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dan instansi vertikalnya serta Dinas Daerah dan lainnya, yang menjalankan fungsi pemerintahan (pelayanan/pengayoman), tanpa bermotif mencari keuntungan.

b) Aparatur Perekonomian Negara BUMN/BUMD yang terutama menjalankan fungsi bisnis walaupun tidak semata-mata mencari keuntungan.

2. Sistem Penyelenggaraan Negara

Istilah Penyelenggaraan Negara telah digunakan dalam beberapa Ketetapan / Tap MPR setelah reformasi, seperti :

a. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pada konsideran a menyebutkan : “bahwa berdasarkan Undangt-undang Dasar 1945, pelaksanaan penyelenggaraan negara dilakukan oleh lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif”.

b. Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN. Pada Bab I huruf A menyebutkan : “Penyelenggaraan negara dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam rangka aspek kehidupan bangsa, oleh penyelenggara negara, yaitu lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara bersama-sama segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

c. Tap MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.

d. Selain itu istilah penyelenggaraan negara terdapat juga dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, yaitu :

v Pasal 1 Pejabat Negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

v Pasal 2 besereta penjelasannya disebutkan bahwa penyelenggara negara meliputi :

- Pejabat Negara pada lembaga negara;

- Menteri;

- Gubernur, senagai wakil Pemerintah Pusat di Daerah;

- Hakim, meliputi Hakim di semua tingkatan Peradilan;

- Pejabat negara yang lain sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya Kepala Perwakilan Republik Indonesia di negara lain yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, Wakil Gubernur, dan Bupati/Walikota;

- Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara sesuai ketentuan perturan perundang-undangan yang berlaku. Pejabat dimaksud adalah Pejabat yang tugas dan wewenangnya di dalam melakukan penyelenggaraan negara rawan terhadap praktek KKN, yang meliputi :

Ø Direksi, Komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada BUMN dan BUMD;

Ø Pimpinan Bank Indonesia;

Ø Pimpinan Perguruan Tinggi Negari;

Ø Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dam Kepolisian Negara Republik Indonesia;

Ø Jaksa

Ø Penyidik;

Ø Panitera Pengadilan; dan

Ø Pimpinan dan Bendaharawan Proyek.

Dengan demikan penyelenggaraan negara merupakan aktifitas dari lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif atau seluruh lembaga negara. Dapat disebut juga sebagai pengerian SANKRI dalam arti luas. Dalam konteks good governance, maka SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan negara adalah sistem penyelenggaraan kehidupan negara dan bangsa dalam segala aspeknya, dengan memanfaatkan segenap dana dan daya yang tersedia secara nasional serta mendayagunakan segala kemampuan Aparatur Negara beserta rakyat, di seluruh wilayah negara Indonesia, demi tercapainya tujuan dan terlaksananya tugas nasional/negara sebagaimana dimaksud UUD 1945.

3. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

Untuk mengetahui apa yang dimaksud sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dapat dilihat pada UUD 1945 dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara Pasal 4 ayat (1) menetapkan bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-undang Dasar”.

Kemudian dalam Tap MPR No. IV/MPR/1999 tentang GBHN Tahun 1999 – 2004 :

v Pasal 4 “Menugaskan kepada Presiden selaku Kepala Pemerintahan Negara serta menugaskan lembaga-lembagatinggi negara lainnya ...”

v Bab V “Presiden selaku Kepala Pemerintahan Negara, menjalankan tugas penyelenggaraan pemerintahan negara, berkewajiban untuk mengarahkan semua potensi dan kekuatan pemerintahan dalam melaksanakan dan mengendalikan pembangunan”.

Selanjutnya dalam Tap MPR No. VII/MPR/1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia pada Pasal 3 “Presiden Republik Indonesia melaporkan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara menurut Undang-undang Dasar 1945 ... “.

Berdasarkan ketentuan UUD 1945 dan Tap MPR tersebut di atas, terkandung pengertian sebagai berikut :

(1) Istilah kekuasaan pemerintahan negara tidak lain adalah kekuasaan pemerintahan sebagaimana dalam pasal 4 ayat (1) UUD 1945;

(2) Istilah pemerintahan/pemerintahan negara digunakan dalam pengertiannya yang sempit, yaitu hanya mengenai lembaga eksekutif;

(3) Penyelenggaraan pemerintahan negara adalah penyelenggaraan pemerintahan yang dilakukan hanya oleh Presiden selaku Kepala Pemerintahan (Kepala Lembaga Eksekutif) saja.

Dengan demikian sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan SANKRI dalam arti yang sempit. Dalam konteks good governanace, maka SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan negara adalah keseluruhan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan (executive power) dengan memanfaatkan dan mendayagunakan kemampuan Pemerintah dan segenap Aparaturnya dari semua peringkat pemerintahan beserta seluruh rakyat di wilayah negara Indonesia, serta dengan memanfaatkan pula segenap dana dan daya yang tersedia secara rasional demi tercapainya tujuan negara dan terwujudnya cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud Pembukaan UUD 1945.

Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan bagian integral dari sistem penyelenggaraan negara. Hal ini dikarenakan operasionalisasi dari semua ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945, kecuali yang telah secara khusus dan jelas menjadi kewenangan lembaga-lembaga negara di luar eksekutif, maka sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan bagian yang sangat dominan dalam penyelenggaraan negara.

4. Asas Umum Penyelenggaraan Negara

Seiring dengan munculnya paradigma baru dalam administrasi negara, yaitu good governance, maka berdasarkan UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, telah ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara, yang harus menjadi acuan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara oleh Aparatur Negara. Asas tersebut pada hakekatnya juga merupakan asas penyelenggaraan SANKRI. Yaitu :

(1) Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara.

(2) Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

(3) Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara;

(4) Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.

(5) Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(6) Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus tetap dapat diperetanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Unsur-unsur Pokok Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia

SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan negara dan juga sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan negara terdiri dari berbagai subsistem dan berbagai unsur, diantaranya unsur-unsur sebegai berikut :

1) Unsur Nilai

Dapat pula disebut sebagai sistem nilai, meliputi landasan atau dasar negara, yaitu Pancasila, cita-cita negara (nasional) dan tujuan negara (nasional), kesemuanya telah dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945.

a. Pancasila sebagai landasan atau dasar negara mengandung 5 (lima) prinsip : Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adail dan beradab, P_ersatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia (aline IV Pembukaan UUD 1945). Pancasila juga merupakan pandangan hidup atau falsafah hidup yang memepersatukan bangsa, dan memberi petunjuk dalam masyarakat Indonesia yang beraneka ragam.

b. Cita-cita negara (nasional), yaitu Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur (alinea ke 3 Pembukaan UUD 1945). Juga disebutkan dalam Tap MPR No. VII/MPR/2001 tentang Visi Masa Depan Indonesia, sebagai cita-cita luhur bangsa Indonesia, cita-cita negara (nasional) ini disebut sebagai visi ideal Indonesia.

c. Tujuan negara (nasional), yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial (aline IV Pembukaan UUD 1945). Hal ini disebut juga sebagai misi ideal.

2) Unsur Struktur

Unsur struktur merupakan satuan kelembagaan yang diperlukan dalam kehidupan Negara Republik Indonesia yang demokratis dan konstitutional berupa tatanan kelembagaan penyelenggaraan negara dan pemerintahan negara dalam rangka mengemban misi dan mewujudkan visi bangsa, yang merfleksikan peran dan posisi, aturan hukum, kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing. Adapun unsur struktur atau subsistem struktur itu dalah :

a. Struktur penyelenggara negara, meliputi seluruh Aparatur Negara baik Aparatur Kenegaraan, Aparatur Pemerintahan maupun Aparatur Perekonomian Negara beserta seluruh organisasi politik, kemasyarakatan dan dunia usaha yang berkembang dengan kehidupan dan kemajuan bangsa serta individu;

b. Struktur penyelenggara pemerintahan negara, mencakup Presiden bederta keseluruhan Aparatur Pemerintahan dan Aparatur Perekonomian Negara baik di tingkat Pusat maupun Daerah, dengan seluruh organisasi politik, kemasyarakatan, dunia usaha yang berkembang sesuai dengan kehidupan dan kemajuan bangsa serta individu.

Pada peleksanaannya penyelenggaraan pemerintahan negara tidak dapat dihindarkan keterlibatan Aparatur Kenegaraan sebagai lembaga di luar Presiden, yaitu dalam rangka turut menjamin terlaksananya penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. Lembaga-lembaga negara itu adalah :

a. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam pelaksanaan fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan;

b. Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam pengawasan yudisialnya;

c. Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA) dalam pelaksanaan fungsi auditifnya;

d. Bank Indonesia (BI) sebagai Nank Sentral dalam hubungannya dengan Pemerintah sebnagai otoritas

3) Unsur Proses

Penyelenggaraan negara dan penyelenggaraan pemerintahan negara dalam pengertian proses secara garis besar sebagai berikut :

a. Proses Penyelenggaraan Negara

1. Penyelenggaraan Pemilu dilakukan untuk memilih wakil-wakil rakyat di lembaga-lembaga perwakilan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, serta termasuk juga untuk memilih Presiden dan Wakil Presdiden.

2. MPR sebagai lembaga negara, terdiri atas Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Anggota DPD, mengadakan sidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di Ibu Kota Negara; melantik Presiden dan/atau Wakil Preasiden; dan berwenang mengubah dan menetapkan UUD melalui mekanisme tertentu.

3. Presiden bersama Dewan Perwakilan Rakyat menyususn Propenas sebagai penjabaran GBHN, yang kemudian dirinci dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) yang memuat APBN yang ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Pemerintah. Propenas tersebut

b. Proses Penyelenggaraan Pemerintahan Negara

1) Presiden secara formal ataupun tidak formal, memberikan arahan terutama kepada para Menteri sebagai pembantu-pembantunya;

2) Penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan arahan Presiden serta berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dilaksanakan oleh para Menteri, yang operasionalisasinya dilaksanakan oleh Aparatur Pemerintahan dan Aparatur Perekonomian Negara, baik di tingkat Pusat maupun Daerah, beserta masyarakat;

3) Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara diadakan hubungan kerja dan koordinasi antara dan antar Aparatur Pemerintahan Pusat dan Aparatur Pemerintahan Daerah;

4) Dewan Perwakilan Rakyat, DPD, BAPEKA dan MA melakukan pengawasan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

5) Presiden dapat mengajukan Rancangan Undang-undang (RUU) kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, khususnya RUU tentang APBN.

6) Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan mempunyai hubungan kerja dengan lembaga negara lainnya sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

BAB III

PENYEMPURNAAN

SISTEM ADMINISTRASI NEGARA

Disebabkan suatu sistem itu salah satunya mempunyai karakteristik entropi, mengalami stagnasi, maka sistem perlu terus diregulasi supaya antar elemen-elemen/unsur-unsur/sub-sistem itu tetap terjalin interaksi untuk menciptakan sinergi yang konsisten dengan pencapaian tujuan sistem.

Dalam konteks Administrasi Negara Indonesia sebagai suatu sietem harus terus dikembangkan dan disempurnakan. Penyempurnaan, pengembangan atau pendayagunaan Administrasi Negara berikut aparatur negara perlu dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Penyempurnaan suatu tahap harus ditingkatkan pada tahap-tahap berikutnya yang merupakan uapaya peningkatan, perluasan dan pendalaman dari tahap yang telah dilakukan sebelumnya. Hal ini ditujukan agar Sistem Administrasi Negara dapat memenuhi tuntutan perkembangan masyarakatnya. Adapun alasan-alasan penyempurnaan Administrasi Negara adalah sebagai berikut :

1) Semakin meningkatnya beban tugas-tugas umum pemerintahan dan beban tugas-tugas pembangunan, baik dalam jenis, volume, maupun intensitasnya.

2) Upaya-upaya pembangunan dan keberhasilannya telah memunculkan berbagai permasalahan baru yang juga memerlukan upaya penanganan berikutnya.

3) Adanya perkembangan berbagai perubahan faktor lingkungan (ekologis) baik secara domestik (dalam lingkungan nasional) maupun secara global (secara internasional).

Adapun menurut catatan historis yang paling penting semenjak Negara Republik Indonesia kembali memberlakukan Undang-undang Dasar 1945 Tahun 1966, upaya-upaya penyempurnaan Sistem Administrasi Negara Indonesia diantaranya sebagai berikut :

1. Dimulai tahun 1966 telah dibentuk Tim Pembantu Presiden untuk Penyempurnaan Aparatur dan Administrasi Pemerintah (Tim PAAP) dengan Keppres No. 266 Tahun 1966 tentang penataan kembali kedudukan dan hubungan antar-Lembaga-lembaga Negara, penertiban susunan organisasi dan pembagian tugas-tugas Departemen yang kemudian diperkuat dengan Keputusan Presidium Kabinet No. 15/U/Kep/8/1966 dan No. 75/U/Kep/11/1966.

2. TAP MPRS No. XL/MPRS/1968, MPRS telah memberikan perintah kepada Presiden untuk melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan aparatur negara.

3. Tahun 1978 upaya untuk memperjelas fungsi dari Lembaga-lembaga Tinggi Negara dituangkan dalamTAP MPR N0. III/MPR/1978 tentang Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Antarlembaga-lembaga Tinggi Negara.

4. Tahun 1988, MENPAN Sarwono Kusumaatmadja mencanangkan 8 program pendayagunaan Aparatur Negera, salah satu programnya dalah penerapan Analisis Jabatan di seluruh lapisan instansi pemerintahan di Indonesia. Program Penerapan Analisis Jabatan itu ditindaklanjuti dengan mengadakan pelatihan-pelatihan sampai tingkat pemerintahan Kota/Kabupaten, dengan menggunakan buku ‘Pedoman Analisis Jabatan’ terbitan Departemen Tenaga Kerja RI yang merupakan terjemahan dari buku ‘Analysis for Job’ terbitan Departemen Perburuhan Amerika Serikat.

5. Tahun 1993, dalam GBHN ditegaskan bahwa : Aparatur Negara adalah keseluruhan lembaga dan pejabat negara serta pemerintahan negara yang meliputi aparatur kenegaraan dan pemerintahan.

6. Tahun 1999, seiring mulainya era reformasi maka banyak perubahan dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, banyak sekali Ketetapan MPR yang menugaskan pada Presiden untuk menerapkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN. Selain itu pada tahun tersebut juga tonggak terpenting dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia, yaitu :

a) merupakan perubahan pertama dalam Amandemen UUD ’45. Adapun perubahan pasal-pasal UUD ’45 terdiri :

- Pasal 5 ayat (1) diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat

- Pasal 7 diubah menjadi : Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

- Pasal 9 tentang Sumpah dan Janji Presiden dan Wakil Presiden.

- Pasal 13 ayat (2) diubah dan ditambah satu ayat, menjadi :

(2) Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat

(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat

- Pasal 14

- Pasal 15

- Pasal 17 ayat (3) diubah : Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

- Pasal 20 diubah menjadi :

(1) Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang

(2) Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama

(3) Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.

(4) Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.

- Pasal 21 diubah menjadi : Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.

b) Seiring uphoria reformasi ini juga banyak wacana yang menginginkan penyelengaraan negara dilaksanakan berdasarkan prnsip-prinsip good governance. Upaya mewujudkan good governance merupakan pula upaya melakukan penyempurnaan sistem administrasi negara yang berlaku pada suatu negara secara keseluruhan.

c) Pada tahun 1999 ini lahir beberapa undang-undang yang sangat penting, yaitu antara lain :

v Perubahan asas Negara RI sebagai Negara Kesatuan Dengan Sistem Desentralisasi ( UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintah di Daerah ) mengarah pada asas Negara Kesatuan Dengan Otonomi Daerah ( UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah ).

v Perubahan undang-undang kepegawaian dari UU No. 8 Tahun 1974 menjadi UU No.43 Tahun 1999.

v Upaya penertiban aparatur negara yang bersih dituangkan dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas dari KKN.

7. Tahun 2000, merupakan perubahan kedua dalam Amandemen UUD ‘45

- Pasal 18 diubah dan Bab VI ditambah dua pasal menjadi Pasal 18A dan 18 B :

(5) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

(6) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan manurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

(7) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.

(8) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota dipilih secara secara demokratis.

(9) Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat.

(10) Pemerintahan daerah berhak menetapkan paraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

(11) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

- Pasal 18 A

(1) Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

(2) Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

- Pasal 18 B

(1) Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

(2) Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.

- Pasal 19 diubah menjadi :

(1) Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum

(2) Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang

(3) Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun

- Pasal 20 ditambah satu ayat dan BAB VII ditambah satu pasal, Pasal 20A :

(4) Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.

- Pasal 22 ditambah dua pasal, Pasal 22A dan Pasal 22B

- Pasal 25 ditambah satu bab dengan satu pasal, BAB IXA Pasal 25E

- BAB X Judul bab diubah menjadi WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

- Pasal 26 ayat (2) diubah dan ditambah satu ayat

- Pasal 27 ditambah satu ayat

- Pasal 28 ditambah satu bab dengan 10 pasal, yaitu BAB XA, Pasal 28A, Pasal 28B, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 28E , Pasal 28F, Pasal 28G, Pasal 28H, Pasal 28I, Pasal 28J.

- BAB XII, judul diubah menjadi : PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA

- Pasal 30 diubah menjadi 5 ayat

- BAB XV judul bab diubah menjadi : BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN

- BAB XV ditambah tiga pasal menjadi : Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C.

d) Tahun 2000 ini selain telah terjadi Amandemen kedua UUD’45 juga terdapat Ketetapan MPR yang cukup penting dalam kitan penyempurnaan Administrasi Negara Republik Indonesia, yaitu TAP MPR N0. IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.

e) Tahun 2001, Hasil Sidang Paripurna MPR RI ke-6 (lanjutan 2) tanggal 9 Nopember 2001 menghasilkan perubahan ketiga Amandemen UUD’45 yaitu mengubah dan/atau menbah menjadi :

v Pasal 1 Ayat (2) dan (3);

v Pasal 3 Ayat (1), (3), dan (4);

v Pasal 6 Ayat (1) dan (2); tentang Calon Presiden dan Wakil Presiden harus warga negara Indidonesia dan kelahiran di Indonesia

v Pasal 6A Ayat (1), (2), (3), dan (5); tentang pemilihan Presiden/Wakil Presiden berpasangan secara langsung oleh rakyat

v Pasal 7A; tentang pemberhentian Presiden/Wakil Presiden oleh MPR dalam masa jabatannya.

v Pasal 7B Ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), dan (7); tentang kedudukan Mahkamah Konstitusi dalam hal pengajuan usul pemberhentian Presiden/Wakil Presiden oleh Dewan Perwakilan Rakyat pada MPR.

v Pasal 7C; tentang Presiden tidak dapat membekukan/membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

v Pasal 8 Ayat (1) dan (2); tentang jika Presiden mangkat atau berhenti dalam masa jabatannya.

v Pasal 11 Ayat (2) dan (3);

v Pasal 17 Ayat (4); tentang Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dengan undang-undang.

v Bab VIIA, Pasal 22C Ayat (1), (2), (3), dan (4); serta Pasal 22D Ayat (1), (2), (3), dan (4); tentang fungsi dan kedudukan DPD.

v Bab VIIB; Pasal 22E Ayat (1), (2), (3), (4), (5), dan (6); tentang Pemilu.

v Pasal 23 Ayat (1), (2), dan (3); tentang APBN

v Pasal 23A; tentang pajak

v Pasal 23C; tentang keuangan negara

v Bab VIIIA; Pasal 23E Ayat (1), (2), dan (3); Pasal 23F Ayat (1) dan (2); Pasal 23G Ayat (1) dan (2); tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

v Pasal 24 Ayat (1) dan (2); Pasal 24A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5); serta Pasal 24B Ayat (1), (2), (3), dan (4); tentang kedudukan dan fungsi Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial

v Pasal 24C (1), (2), (3), (4), (5), dan (6) tentang kedudukan dan fungsi Mahkamah Konstitusi.

9. Tahun 2002, Hasil Sidang Paripurna MPR RI ke-7 (lanjutan 2) tanggal 10 Agustus 2002 menghasilkan perubahan keempat Amandemen UUD’45 yaitu menjadi :

a) Pengubahan penomoran Pasal 3 Ayat (3) dan Ayat (4) Perubahan ketiga Amandemen UUD’45 menjadi Pasal 3 Ayat (2) dan Ayat (3);

b) Pasal 25E pada perubahan kedua Amandemen UUD’45 menjadi Pasal 25A

c) Pengubahan dan/atau penambahan :

v Pasal 2 Ayat (1), tentang susunan Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah

v Pasal 6A Ayat (4) tentang yang menjadi Presiden/Wakil Presiden adalah yang mendapatkan suara terbanyak dalam pemilu langsung.

v Pasal 8 Ayat (3) tentang apabila Presiden/Wakil Presiden mangkat atau berhenti sementara digantikan secara bersama oleh Mendagri, Menlu, dan Menhan. Selambatnya 30 hari MPR bersidang untuk memilih Preseiden/Wakil Presiden.

v Pasal 11 Ayat (1)

v Pasal 16 tentang Presiden berhak membentuk dewan pertimbangan sebagai penasihat Presiden

v BAB IV tentang penghapusan DPA

v Pasal 23B tentang macam dan harga mata uang

v Pasal 23D tentang Susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensi bank sentral.

v Pasal 24 Ayat (3) tentang badan lain di bawah kehakiman

v BAB XIII Pasal 31 Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5) serta Pasal 32 Ayat (1) dan (2) tentang pendidikan dan kebudayaan

v BAB XIV Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial : Pasal 33 Ayat (4) dan (5) serta Pasal 34 Ayat (1), (2), (3), dan (4)

v Pasal 37 Ayat (1), (2), (3), (4) tentang usulan perubahan UUD’45, dan Ayat (5) tentang bentuk negara RI sebagai Negara Kesatuan tidak dapat diubah.

v ATURAN PERALIHAN Pasal I, Pasal II, dan Pasal IV

v ATURAN TAMBAHAN Pasal I dan Pasal II

10. Tahun 2003, mulai berfungsinya Mahkamah Konstitusi

11. Tahun 2004, diadakan revisi terhadap Undang-undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 menjadi Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat Dan Pemerintah Daerah, selin itu pada tahun 2004 ini sudah terbentuk dan berfungsinya Dewan Perwakilan Daerah.

BAB IV

ADMINISTRASI NEGARA

DALAM KERANGKA SISTEM PEMERINTAHAN

A. Landasan Administrasi Negara

Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab I bahwa Administrasi Negara di sesuatu negara sebagai suatu sistem merupakan bagian dari suprasistem nasionalnya. Begitu juga Administrasi Negara di Indonesia sebagai suatu sistem merupakan bagian tidak terpisahkan dari Suprasistem Nasional-nya yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara Nasional Negera Republik Indonesia mempunyai landasan-landasan yang sangat jelas dan pasti, maka yang menjadi landasan-landasan Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia juga termasuk menjadi landasan-landasan dari Sistem Administrasi Negara-nya. Yaitu :

v Landasan Idial adalah Pancasila

v Landasan Konstitusional adalah UUD’45

v Landasan Operasional adalah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Landasan Ideal bagi penyelengaraan Administrasi Negara Indonesia adalah sama dengan Landasan Ideal Negara Kesatuan Republik Indonesia, yaitu Pancasila. Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 Alinea IV, yaitu :

b. Ketuhana Yang Maha Esa

c. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

d. Persatuan Indonesia

e. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

f. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Negara Kesetuan Republik Indonesia. Sumber dari segala sumber hukum adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kejiwaaan dan watak bangsa dan negara Indonesia.

Landasan Konstitusional bagi penyelenggaraan Administrasi Negara adalah Undang-undang Dasar 1945 yang merupakan perwujudan dari tujuan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan.

Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, selain merupakan penuangan jiwa proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 yaitu Pancasila, juga merupakan cita-cita luhur dari proklamasi kemerdekaan itu sendiri. Serta juga Pembukaan UUD’45 merupakan sumber motivasi dan aspirasi perjuangan serta tekad bangsa Indonesia dan cita-cita hukum dan cita-cita moral yang ingin ditegaskan oleh bangsa Indonesia serta sekaligus merupakan dasar dan sumber hukum dari Batang Tubuhnya.

Dengan demikian Administrasi Negara Indonesia sebagai penjabaran dari nilai-nilai Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 merupakan piranti dalam rangka pencapaian cita-cita dan tujuan nasional.

B. Sistem Pemerintahan Negara

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa landasan konstitusional Sistem Administrasi Negara Indonesia Republik Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945, terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, dan Penjelasannya. Di dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945 merupakan pedoman dasar dan kerangka mekanisme bagi penyelenggaraaan Sistem Administrasi Negara Indonesia. Dalam hal ini Sistem Administrasi Negara yang diselenggarakan dan dikembangkan menurut penjelasan Undang-undang Dasar 1945 tersebut mengemban tugas negara demi tercapainya tujuan nasional dan tidak dapat terpisahkan dari Sistem Pemerintahan Negara.

Adapun Sistem Pemerintahan Negara yang dikembangkan menurut Penjelasan Undang-undang Dasar 1945 sebelum adanya amandemen terdapat tujuh konci pokok sebagai berikut :

1. Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas Hukum (Rechtsstaaat)

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan (machtsstaat).

2. Sistem konstitusional

Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

3. Kekuasaan negara yang tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (GeiGezamte Staatgewalt Liegi Allein Bei Der Majelis)

Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia (Vertretungsorgan des Willens des Staatsvolkes).

4. Presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi di bawah Majelis

Di bawah majelis, Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dang tanggung jawab adalah di tangan Presiden (concentration of power and responsibility upon tehe President).

5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Kedudukan Presiden dan DPR sejajar. Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk undang-undang (Gesetzgebung) dan untuk menetapkan APBN (Staatsbegrooting). Maka Presiden harus bekerja sama dengan DPR, tetapi Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, artinya tidak tergantung dari pada DPR.

6. Menteri Negara ialah Pembantu Presiden : Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR

7. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas.

Semenjak Amandemen Keempat UUD 1945 maka standar pemahaman kunci pokok sistem pemerintahan Negara RI berubah menjadi :

  1. Indonesia ialah negara yang berdasarkan hukum
  2. Sistem Konstitusional
  3. Kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dilaksanakan menurut undang-undang
  4. Presiden adalah kepala negara
  5. Presiden berhak mengajukan rancangan UU kepada DPR

Menteri Negara adalah pembantu presiden, dan tidak bertanggung jawab kepada DPR

  1. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas
  2. Presiden (dan Wakil Presiden) dipilih secara langsung
  3. Posisi MPR belum dijelaskan, namun MPR terdiri dari DPR dan DPD serta MPR mempunyai kekuasaan yang lebih tinggi yaitu berwenang mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar; melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; serta MPR hanya dapat memberhentikan Presiden dan / atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 3 Ayat 1 – 3 UUD ’45).

Berdasarkan delapan kunci pokok sistem pemerintahan NKRI tersebut maka Struktur Sistem Pemerintahan Setelah Amendemen UUD 1945 sebegai berikut :


Text Box: (BIROKRASI) PEMDAText Box: (BIROKRASI) PEM. PUSAT










C. Fungsi Negara

Ø Fungsi Konstitutif, dilaksanakan oleh MPR yang berwenang mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar (Pasal 3 UUD ’45)

Ø Fungsi Eksekutif, ialah menyelenggarakan kekuasaan Pemerintahan Negara. Dilaksanakan oleh Presiden dan Wakil Presiden (Pasal 4, 5, 6, 6A, 7, 7A, 7B, 7C – 18 UUD ’45)

Ø Fungsi Legislatif, fungsi membentuk undang-undang dilaksanakan oleh DPR (Pasal 20 UUD ’45). Sedangkan fungsi legislasi untuk menguji suatu undang-undang terhadap Undang-undang Dasar 1945 dilaksanakan oleh Mahkamah Konstitusi (Pasal 24C UUD ’45 Ayat 1).

Ø Fungsi Mengawasi, fungsi mengawasi/fungsi kontrol terhadap tugas pemerintahan, terhadap tindakan Presiden dilaksanakan oleh DPR (Pasal 7A, 7B dan 20A UUD ’45) dan juga oleh Mahkamah Konstitusi (Pasal 7B dan Pasal 24C UUD ’45).

Ø Fungsi Yudikatif, ialah menyelenggarakan kekuasaan kehakiman. Fungsi ini dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (Pasal 24 dan 24A UUD ’45) dan oleh Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 dan 24A UUD ’45). Sedangkan untuk membentuk Mahkamah Agung yang kredibel maka pengangkatan Hakim Agung-nya dilakukan atas pemilihan dan pengusulan Komisi Yudisial.

Ø Fungsi Auditif, ialah menyelenggarakan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara yang dikelola oleh Pemerintah. Fungsi ini dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Pasal 23E dan Pasal 23F UUD ’45)

Ø Fungsi Konsultatif, yaitu Presiden membentuk suatu Dewan Pertimbangan berdasarkan undang-undang (Pasal 16 UUD ’45), ialah suatu lembaga yang memberi jawaban atas pertanyaan Presiden dan mengajukan ususl, saran dan pertimbangan kepada Presiden.

BAB V

KETATALAKSANAAN PEMERINTAH

Ketatalaksanaan Adm. Neg. RI

Ketatalaksanaan adalah sistem kerja dalam rangka penyelesaian suatu pekerjaan yang di dalamnya memuat tata kerja dan prosedur kerja.

Sistem Kerja adalah rangkaian tata kerja dan prosedur kerja yang kemudian membentuk suatu kebulatan pola kerja dalam rangka melaksanakan sesuatu bidang pekerjaan, yang selanjutnya dapat disebut ketatalaksanaan.

Tata Kerja adalah cara-cara pelaksanaan kerja yang seefisien mungkin atas sesuatu tugas dengan mempertimbangkan segi-segi tujuan, peralatan, fasilitas, tenaga kerja, waktu, ruang dan biaya yang tersedia.

Prosedur Kerja adalah rangkaian tata kerja yang berkaitan satu sama lain sehingga menunjukkan adanya suatu urutan tahap demi tahap secara jelas dan pasti serta jalan yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu bidang tugas.

Program awal dalam Perumusan Ketatalaksanaan :

1. Program awal dari penyusunan ketatalaksanaan dalam suatu organisasi adalah penyelenggaraan program analaisis jabatan. Salah satu laporan hasil analisis jabatan adalah adanya Job Description yang di dalamnya memuat informasi mengenai apa-apa saja yang menjadi tugas suatu jabatan, bagaimnana cata mengerjakan atau dengan alat apa mengerjakannya dan apa tujuan mengerjakan tugas tersebut secara umum, rinci dan lebih rinci. Dari informasi apa-apa yang dikerjakan dalam suatu jabatan tersebut maka dapat dirumuskan tata kerja, prosedur kerja yang akhirnya secara umum dibuat system kerja atau ketatalaksanaan

2. Penyusunan ketatalaksanaan juga memerlukan adanya Perumusan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang jelas dan Adanya perumusan SOTK

Asas-asas Ketatalaksanaan Adm. Neg. RI :

1. Berlandaskan Kebijaksanaan

2. Kejelasan Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Setiap Aparatur

3. Koordinasi

4. Tertulis

5. Dikomunikasikan Kepada Semua pihak yang berkepentingan

6. Kesederhanaan/tidak berbelit-belit

Manfaat Ketatalaksanaan :

1. sebagai suatu pola kerja yang merupakan penjabaran tujuan, sasaran, program kerja, fungsi-fungsi dan kebijaksanaan ke dalam kegiatan-kegiatan pelaksanaan yang nyata dan melembaga

2. melalui tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja yang dibuat dengan tepat, dapat dilakukan standardisasi dan pengendalian kerja dengan setepat-tepatnya

3. sebagai pedoman baik bagi para pelaksana maupun semua pihak yang berkepentingan dalam menyelesaikan suatu urusan.

Pengaturan pokok di bidang tata kerja, prosedur kerja, dan sistem kerja dalam organisasi :

1. setiap pimpinan instansi pemerintah wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi baik dalam lingkungan instansi masing-masing maupun dengan instansi lain

2. setiap pimpinan satuan organisasi bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan membimbing serta memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya

3. setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti petunjuk-petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dengan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya

4. setiap pimpinan organisasi wajib mengolah dan memanfaatkan laporan-laporan lebih lanjut untuk bahan pengambilan keputusan penyusunan laporan lebih lanjut dan memberikan petunjuk-petunjukl kepada bawahan

5. dalam menyampaikan suatu laporan, setiap satuan organisasi wajib memberikan tembusan kepada satuan organisasi lainnya yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.

Miftah Toha dalam buku Aspek-aspek Pokok Ilmu Administrasi : “Penyempurnaan tata kerja adalah suatu program yang telah teruji untuk menyempurnakan metode bekerja, mendapatkan suatu cara yang lebih baik/sempurna, melaksanakan suatu pekerjaan yang lebih baik/sempurna dengan lebih sedikit usaha dan sedikit waktu. (1990 : 50 –51).

Kalau dalam Ensiklopedia Administrasi terbitan Universitas Gajahmada, penyempurnaan tata kerja (work simplification) adalah segenap aktivitas memperbaiki pelaksanaan setiap kerja apapun dengan maksud untuk senantiasa menemukan cara-cara bekerja yang lebih sempurna agar lebih menghemat pikiran, tenaga, waktu, ruang, dan benda. Pangkal pendirian aktivitas ini ialah pendapat bahwa selalu ada cara yang lebih baik untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam bidang-bidang apa saja. (1975 : 362).

Sasaran dari penyempurnaan tata kerja menurut Miftah Thoha adalah :

a. Tidak melakukan pekerjaan kembar (duplikasi)

b. Tidak menempatkan setiap benda dan peralatan kerja pada sembarang tempat

c. Pekerjaan yang acapkali berulang dan senantiasa memerlukan pemikiran yang lebih, hendaknya dapat diubah semudah mungkin terutama dengan cara-cara mekanis dan otomatis

d. Pengaturan letak pekerjaan hendaknya memperlancar proses pengerjaannya

e. Setiap kegiatan hendaknya selalu produktif

f. Setiap penggunaaan benda atau apa saja milik instansi haruslah dapat dipertanggungjawabkan kepentingannya

g. Setiap pekerjan hendaknya silakukan dengan menempuh jarak yang terpendek

h. Setiap ruangan kerja hendaknya dipergunakan sebaik-baiknya untuk keperluan pekerjaan

i. Tempat kerja hendaknya memberikan lingkungan suasana yang sehat, menyenangkan dan leluasa untuk bekerja

j. Ruangan kerja berikut tata kerjanya hendaknya cukup lentur )fleksibel) untuk dapat diubah dengan tanpa mengganggu kelancaran pekerjaan.

Contoh Uraian Jabatan Lengkap :

NAMA JABATAN UTAMA : Tukang Kebun Tanaman Tomat

NAMA JABATAN PADANAN : Pekerja Tanaman Tomat

KODE KJI :

IKHTISAR JABATAN : Menanam tomat di kebun dengan peralatan pertanian kebun untuk mendapatkan buah tomat

URAIAN TUGAS DAN RINCIAN KEGIATAN :

1. Membuat penyemaian tanaman tomat dengan pencangkulan dan penaburan benih agar diperolah tempat sesuai benih tomat :

1.1. Mengolah tanah dengan cangkul agar tanah menjadi gembur

1.2. Mencampur tanah persemaian dengan pupuk kandang 10 kg dan pupuk TPS 100 gr menggunakan cangkul agar tanah menjadi subur.

1.3. Membuat bedeng penyemaian yang membujur dari utara ke salatan lebar 1 m, panjang 3 m, dan tinggi 30 cm dengan meteran dan cangkul untuk alas pelindung

1.4. Membuat pelindung penyemaian sebelah timur tinggi 100 cm dan sebelah barat tinggi 75 cm dengan bambu, seng plastik, t5ali, paku sebagai pelindung benih.

1.5. Membuat tarikan sedalam 33 cm melintang bedengan berjarak 10 cm dengan bilah bambu agar barisan bibit lurus.

1.6. Menabur benih tomat pada tarikan dan menutupnya dengan yanah setebal 1 cm agar benih tertutup.

1.7. Menyiram persemaian dengan gembor berisi air agar persemaian lembab.

1.8. Menyapih bibit tomat yang berumur 2 minggu ke dalam pot plastik kecil dengan songket dan tangan agar bibit tomat cepat berkembang.

2. Mengolah tanah kebun dengan peralatan pertanian kebun agar tempat penanaman tomat siap :

2.1. Mencangkul tanah dengan cangkul dan cangkul garpu agar tanah menjadi gembur.

2.2. Menaburkan pupuk kandang pada tanah yang sudah dicangkul menggunakan pengki dan cangkul garpu agar pupuk kandang tertabur rata.

2.3. Menyemprotkan larutan homogen pada bahan tanam dengan spayer agar tanah bebas hama penyakit.

2.4. Membuat bedengan tanah berukuran 10 x 20 cm dengan cangkul, tali, dan patok untuk tempat penanaman bibit.

2.5. Meratakan tanag diatas bedengan dengan cangkul garpu agar bedengan siap untuk ditanam.

3. Menanam bibit tomat pada lahan siap tanam agar bibit tertanam :

3.1. Membuat ukuran jarak tanam tomat berukuran 50 x 70 cm dengan meteran dan tali pelurus untuk tempat penanaman bibit tomat.

3.2. Membuat lubang tanam pada tempat penanaman bibit dengan cangkul untuk tempat penanaman bibit.

3.3. Mengeluarkan bibit tomat dari penyapihan dengan songket agar bibit tidak rusak.

3.4. Memasukkan bibit tomat pada lubang tanam dan menutupnya dengan tanah sebatas batang leher agar bibvit tertanam dengan baik.

4. Memelihara tanaman berpedoman pada petunjuk pertanian agar tanaman tumbuh dengan baik :

4.1. Menyiram tanaman tomat dengan gembor berisi air agar tanah menjadi lembab.

4.2. Menyiangi rumput di sekitar tanaman tomat pada umur 3 minggu dan 5 minggu menggunakan kored agar sekeliling tanaman bersih.

4.3. Menyulam tanaman yang mati dengan bibit baru yang umumrnya sama, menggunkan cangkul agar jumlah tanaman utuh.

4.4. Menancabkan lanjaran pada tanaman tomat dengan tangan untuk sandaran

4.5. Mengikat tanaman tomat pada lanjaran dengan tali agar tanaman berdiri tegak.

4.6. Menaburkan pupuk urea pada tanaman dengan tubal agar tanaman tumbuh subur.

4.7. Membumbun tanaman tomat dengan cangkul agar agar batang tanaman tertimbun.

4.8. Menyemprotkan larutan obat-obatan pada tanaman tomat dengan sprayer agar tanaman tidak terkena hama dan penyakit.

4.9. Membuang tunas ketiak daun dengan tangan agar tidak mengganggu pertumbuhan cabang produktif.

4.10. Memangkas pucuk daun tanaman tomat pada umur 5 minggu dengan pisau potong agar buah tomat besarnya merata.

5. Memetik buah tomat pada tanaman siap panen dengan tangan dan memasukkannya ke dalam keranjang untuk penampung :

5.1. Menyiapkan keranjang untuk menampung hasil panen.

5.2. Memetik buah tomat yang kadar masaknya 85% dengan tangan.

5.3. Memasukkan buah tomat ke dalam keranjang.

5.4. Menyerahkan hasil panen tomat pada bagian pengemapakan

BAB VI

KEBIJAKSANAAN

Kebijaksanaan / kebijakan merupakan ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi setiap usaha dan kegiatan Aparatur Pemerintah sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam upaya mencapai tujuan.

Kebijakan publik pada masa sekarang terus berkembang dengan perkembangan konteks administrasi publik. Menurut Donald F. Kettl mengemukakan bahwa memasuki melenium ketiga, administrasi publik mengahadapi 4 isu kritikal :

1. Struktur, yang berkenan dengan tantangan menguatnya swata dan menyusutnya pemerintahan (best government is least government).

2. Prosess , dalam proses administrasi publik bagaimana mempertahankan kenyataan bahwa sumber defisit terbesar di setiap negara adalah proses penyelenggaraaan administrasi publik

3. Nilai, yang antara lain berkenan dengan munculnya ikon enterpreneurial government.

4. Kapasitas, yang berkenan dengan isu kecakapan dari administrasi publik memanajemeni urusan-urusan publik kebijakan publik.

Micfhael E. Porter mengemukakan bahwa keunggulan kompetitif dari setiap negara ditentukan seberapa mampu negara tersebut mampu menciptakan lingkungan yang menumbuhkan daya saing dari setiap aktor di dalamnya, khususnya aktor ekonomi. Dalam konteks persaingan global, maka tugas sektor publik adalah membangun lingkungan yang membangkitkan setiap aktor, baik bisnis maupun nirlaba mampu mengembangkan menjadi pelaku-pelaku kompetitif baik secara domestik maupun global. Lingkungan ini hanya dapat diciptakan secara efektif oleh kebijakan publik.

Kebijakan publik proses terdiri dari :

1. formulasi kebijakan (perumusan kebijakan),

2. implementasi kebijakan (pelaksanaan kebijakan dilapangan),

3. evaluasi kebijakan (penialaian pelaksanaan kebijakan),

4. terminisai kebijakan

Tujuan dari kebijakan publik adalah untuk mengatur kehidupan bersama. Kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Jika cita-cita bangsa Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila (Ketuhanan, Kemuanisiaan, Persatuan, Demokrasi dan Keadilan) dan UUD 1945 (Negara Kestuan Republik Indonesia yang berdasarkan hukum dan tidak berdasarkan kekuasaan semata), maka kebijakan publik adalah seluruh prasarana dan sarana untuk mencapai “tempat tujuan” tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebijakan publik aadalah “manajemen pencapaian tujuan nasional”.

Kalau kebijakan publik sebagai manajemen pencapaian tujuan nasional maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kebijakan publik mudah untuk dipahami, karena maknanya adalah “hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional”.

2. Kebijakan publik mudah untuk diukur karena ukurannya jelas sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh.

Dari kedua kesimpulan tersebut bukan berarti kebijakan publik itu mudah dibuat, mudah dilaksanakan dan mudah dikendalikan, karena kebijakan publik menyangkut faktor politik. Apabila politik sebagai art of the possibility (membuat sesuatu yang mungkin menjadi tidak menjadi mungkin) maka politik sebagai cara untuk memperebutkan kekuasaan memimpin pencapaian tujuan bangsa. Walau tujuan negara RI sudah “jelas” tetapi setiap pemimpin nasional berbeda-beda persepsi pencapaiannya; misalnya :

v Soekarno memilih jalan populis-politis, dan dapat dikatakan hasilnya masih jauh target, dan jatuh karena krisis politik.

v Soeharto memilih jalan pragmatis-elitis-ekonomi, dan dapat mencapai keberhasilan namun keberhasilan yang “rapuh di dalam” dan akhirnya jatuh ketika ada krisis ekonomi.

v Habibie hanya melakukan stabilisasi agar ‘pesawat yang sudah meluncur ke bawah tidak jatuh dan terhempas’. Ia cukup berhasil namun tidak dapat melanjutkan karena krisi kepercayaan.

v Abdurrahman Wahid memilih jalan “super-demokrasi’ karena membiarkan semua orang mengerjakan apa saja yang dianggap baik. Hasilnya Indonesia belajar untuk berdemokrasi secara absolut, meski biaya yang harus dibayar cukup mahal.

v Megawati berusaha belajar dari kegagalan pendahulunya, namun tidak dapat menemukan dan menentukan pilihan sehingga ada kesan perjalanan pembangunan Indonesia ambigu-penuh keragu-raguan.

v SBY berusaha menciptakan cleans government dengan melakukan upaya pemberantasan korupsi, walau belum membuahkan hasil yang berarti.

Dalam penyusunan kebijaksanaan harus :

1. berpedoman pada kebijaksanaan yang lebih tinggi,

2. konsisten dengan kebijaksanaan lain yang berlaku,

3. berorientasi ke masa depan,

4. berorientasi pada kepentingan umum,

5. jelas, tepat dan tidak menimbulkan kekaburan arti dan maksud

6. dirumuskan secara tertulis.

Jenis dan tingkat kebijaksanaan :

Ø Ditinjau dari maknanya maka terdapat kebijakan publik mengenai apa-apa yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan

Ø Masih ditinjau dari maknanya maka terdapat kebijakan publik mengenai hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan

Ø Pembagian jenis kebijakan publik dari bentuknya terdapat kebijakan publik dalam bentuk peraturan-peraturan pemerintah yang tertulis dalam bentuk peraturan perundangan; dan kebijakan publik dalam bentuk peraturan-peraturan yang tidak tertulis namuin disepakati yaitu sebagai konvensi-konvensi.

Ø Kalau ditinjau dari mekanisme pemisahan kekuasaan (sparation of power) atau pembagian kekuasaan negara (distributions of power) maka terdapat 3 jenis kebijakan publik :

1) Kebijakan publik yang dibuat oleh legislatif, hal ini mengikuti prinsip dari Teori Tias Politica dari Immanuel Kant (berasal dari Teori Pemisahan Kekuasaan dari Montesquieu), fomulasi kebijakan publik atau perundang-undangan adalah legislatif sedang eksekutif hanya melaksanakan saja – sementara judikatif mengadili bila eksekutif melakukan pelanggaran. Pada pertumbuhan teori administrasi negara ini termasuk paradigma when politics end administration begin (1900 – 1926). Ini merupakan ide ideal dari kebijakan publik yang sebenarnya merupakan kontrak sosial (factum unionis & factum subjectionis) teori dari Jean Jacques Rousseau.

2) Kebijakan publik yang dibuat dalam bentuk kerjasama antara legislatif – eksekutif, bukan mengisyaratkan ketidakmampuan legislatif tetapi mencerminkan tingkat kompleksitas permasalahan yang dihadapi yang tidak memungkinkan legislatif bekerja sendiri. Kalaupun di Indonesia terdapat undang-undang itu harus disetujui DPR dan disahkan oleh Presiden tetapi berdasarkan aturan UUD 1945 nampak bahwa kekuatan legislatif relatif lebih tinggi daripada eksekutif

3) Kebijakan publik yang dibuat oleh eksekutif saja, yaitu untuk melaksanakan kebijakan publik yang bersifat umum yang dibuat oleh legislatif.

Ø Berdasarkan karakteristik dari kebijakan publik (merupakan bagian dari kebijakan publik tertulis), terdiri :

1) Kebijakan publik yang menetapkan hal-hal yang dibatasi dan hal-hal yang dibebaskan dari pembatasan-pembatasan. Sebagian besar kebijakan publik berkenaan dengan hal-hal yang regulatif/restruktif dan deregulatif/non-restruktif.

2) Kebijakan publik yang berkenaan dengan dengan anggaran atau keuangan publik, menurut Richard A. Musgrave terdiri dari :

a) fungsi alokasi adalah bertujuan mengalokasikan barang-barang publik dan mekanisme alokasi barang dan jasa yang tidak bisa dilakukan melalui mekanisme pasar.

b) fungsi distribusi berkenaan dengan pemerataan kesejahteraan termasuk di dalamnya perpajakan.

c) fungsi stabilisasi yang berkenaan peran penyeimbang dari kegiatan alokasi distribusi tersebut.

d) fungsi koordinasi anggaran yang berkenaan dengan koordinasi secara horizantal dan vertikal.

Ø Theodore J. Lewi membagi kebijakan publik; a) kebijakan publik yang berkenaan dengan substansinya; b) kebijakan publik berkenaan dengan prosedur.

Ø Kebijaksanaan internal (kebijaksanaan manajerial) : kebijaksanaan yang hanya mempunyai kekuatan mengikat aparatur dalam organisasi Pemerintah sendiri.

Ø Kebijaksanaan eksternal (kebijaksanaan publik) : kebijaksanaan yang mengikat masyarakat.

Ø Kebijaksanaan tertulis : berbentuk peraturan perundangan

Ø Kebijaksanaan tidak tertulis : berbentuk seperti pidato dan surat edaran

v Kebijaksanaan nasional : kebijaksanaan negara yang bersifat fundamental dan strategis dalam pencapaian tujuan nasional/negara sebagaimana tertera dalam Pembukaan UUD’45

v Kebijaksanaan Umum (nasional) : kebijaksanaan Presiden yang lingkupnya menyeluruh bersifat nasional dan berupa penggarisan ketentuan-ketentuan yang bersifat garis besar dalam rangka pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan sebagai pelaksanaan UUD’45, TAP MPR dan UU, guna mencapai tujuan nasional/negara.

v Kebijaksanaan Pelaksanaan (nasional) : merupakan penjabaran dari kebijaksanaan umum sebagai strategi pelaksanaan dalam suatu bidang tugas umum pemerintahan dan pembangunan di bidang tertentu.

v Kebijaksanaan teknis (nasional) : merupakan penjabaran dari kebijaksanaan pelaksanaan yang memuat pengaturan teknis di bidang tertentu.

q Kebijaksanaan Umum (daerah) : kebijaksanaan Pemerintah Daerah sebagai pelaksanaan asas desentralisasi dalam rangka usaha mengatur urusan rumah tangga daerah. Kebijaksanaan ini memuat ketentuan yang bersifat menyeluruh makro strategis dalam lingkup Daerah yang bersangkutan.

q Kebijaksanaan Pelaksanaan (daerah) : Kebijaksanaan palaksanaan pada lingkup Wilayah/Daerah sesuai dengan asa pemerintahan di Daerah dapat bersumber dari tiga macam;

(1) Kebijaksanaan Pelaksanaan dalam rangka asas desentralisasi yang merupakan realisasi pelaksanaan daripada Peraturan Daerah

(2) Kebijaksanaan Pelaksanaan dalam rangka asas dekonsentrasi yang merupakan pelaksanaan dari kebijaksanaan nasional di Wilayah

(3) Kebijaksanaan Pelaksanaan dalam rangka pelaksanaan asas tugas pembantuan yang merupakan realisasi dari tugas Pemerintah Pusat di Daerah yang diselenggrakan oleh Pemerintah Pusat.

q Kebijaksanaan Teknis Lingkup Daerah : Kebijakan Teknis pada tingkat Daerah sebagai realisasi kebijaksanaan pelaksanaan.

BAB VII

KOORDINASI

Koordinasi dalam pemerintahan : upaya memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan, menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling berkaitan beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama.

Koordinasi perlu dilaksanakan mulai dari proses perumusan kebijaksanaan, perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan dan pengendalian.

Koordinasi dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan dapat dibedakan atas :

v Koordinasi hierarkis (vertikal), dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi pemerintahan terhadap pejabat (pegawai) atau instansi bawahannya.

v Koordinasi fungsional dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas fungsionalisasi. Disebut juga koordinasi instansional. :

a. Koordinasi fungsional horizontal, dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu unit/instansi terhadap pejabat atau unit/instansi lain yang setingkat.

b. Koordinasi fungsional diagonal, dilakukan oleh seorang pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau suatiu instansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi bukan bawahannya.

c. Koordinasi fungsional teritorial, dilakukan oleh seorang pejabat pimpinan atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi lainnya yang berada dalam suatu wilayah (teritorial) tertentu di mana semua urusan yang ada dalam wilayah (teritorial) tersebut menjadi wewenang atau tanggung jawabnya selaku penguasa atau penanggung jawab tunggal.

Pedoman Koordinasi :

1. Koordinasi sudah harus dimulai pada saat perumusan kebijaksanaan,

2. Perlu ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja mana yang secara fungsional berwenang dan bertanggung jawab atas sesuatu masalah,

3. Pejabat atau instansi yang sacara fungsional berwenang dan bertanggung jawab mengenai suatu masalah, berkewajiaban memperkarsai dalam penyelenggaraan koordinasi,

4. Perlu kejelasan wewenang, tanggung jawab dan tugas unit/instansi yang terkait,

5. Perlu dirumuskan program kerja organisasi secara jelas yang memperlihatkan keserasian kegiatan di antara satuan-satuan kerja.

6. Perlu ditetapkan prosedur dan tata kerja melaksanakan koordinasi,

7. Perlu dikembangkan komunikasi timbal balik (two way traffic communication) untuk menciptakan kesatuan bahasa dan kerja sama,

8. Dalam pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana koordinasi yang paling tepat.

9. Koordinasi akan lebih efektif apabila pejabat yang berkewajiban mengkoordinasikan mempunyai kemampuan kepemimpinan (source leadership) dan kredibilitas (source credibility) yang tinggi,

Dalam kemampuan kepemimpinan (source leadership), Kepemimpinan mempunyai 3 prasyarat :

1. Skill (kecakapan), menurut Keith Davis, skill yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin meliputi Conceptual Skills (CS), Human Skills (HS), dan Technical Skills (TS).

2. Power and Authority (kekuasaan dan wewenang/otoritas), Power (kekuasaan) adalah kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi orang lain atau kelompok lain seupaya mengikuti dan menuruti keinginan orang/kelompok tadi. Otoritas (authority) atau kewenangan adalah dasar pengesahan atau pengabsahan kekuasaan seorang pemimpin agar dituruti/diikuti secara sukarela. Secara teoritis dasar pengesahan suatu kekuasaan dapat didasarkan atas tiga hal :

  1. Otoritas legal rasional, pengesahan kekuasasan didasarkan atas dasar nilai norma – norma atau aturan – aturan yang dapat diterima oleh akal sehat.
  2. Otoritas tradisional, pengesahan kekuasaan yang berdasarkan atas nilai – nilai yang telah diwariskan secara turun temurun.
  3. Otoritas kharismatis, dasar pengesahan kekuasaan berdasarkan atas daya pribadi seorang pemimpin.

3. Gezag/Goodwill (kewibawaan), Kewibawaan dapat ditumbuhkan dengan jalan :

1. Pimpinan harus menyesuaikan dengan kemampuan dan aspirasi bawahan.

2. Berusaha mempengaruhi bawahan dengan tindakan integritas atas dasar konsensus secara sukarela.

3. Memupuk sikap dekat dengan bawahan tetapi dengan menjaga perilaku yang malah menjatuhkan wibawa.

4. Pimpinan supaya tidak terkesan rewel maka perintah selalu diberikan asalkan diberi pengertian/diajak membicarakannya dan ditetapkan prosedur kerja yang lebih baik.

Source credibility berarti “sumber kepercayaan” atau Ethos (daya yang memancar) yang ditunjukkan oleh seorang pemimpin bahwa ia memang pakar dalam bidangnya, sehingga oleh karena seorang ahli, maka ia dapat dipercaya. Kalau menurut Aristoteles daya yang memancar dalan diri seorang pemimpin meliputi; - good sense; - good moral character and goodwill. Atau kalau menurut para ahli masa sekarang ini diterjemahkan menjadi : - itikad baik (good intentions); - dapat dipercaya (trustworthiness); - kecakapan atau kemampuan (competence or expertness).

Menurut Hovland dan Weiss menyebut ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur, yaitu :

- expertise (keahlian), atau disebut authoritativeness; reliable-logikal; qualification.

- trust worthiness (dapat diperaya) atau safety, character, atau evaluative factor.

Untuk membedakan kedua unsur tersebut dapat dilihat pada contoh berikut; Nasihat dokter diikuti pasien-nya, karena dokter memiliki keahlian. Tetapi seorang pedagang memuji-muji dagangannya sukar untuk dipercaya, mungkin pedangang itu tidak memiliki trust wrthiness.

Jalaludin Rakhmat komponen-komponen kredibilitas adalah :

1. keahlian, adalah kesan yang dibentuk komunikan tentang kemampuan komunikator dengan hubungannya dengan topik yang dibicarakan. Komunikator yang tinggi pada keahliannya dianggap cerdas, mampu, ahli, berpengalaman, dan terlatih.

2. kepercayaan, adalah kesan komunikan tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya (Jujur atau tidak jujur, tulus atau lancung, dan sebagainya). Aristoteles menyebutnya “good moral character”, sedang Quintillianus menyebutnya “a good man speaks well”.

Sedangkan menurut Koehler, Annatol, dan Applbaum komponen kredibilitas itu ditambah lagi dengan :

1. dinamisme, berkenaan dengan cara berkomunikasi, bergairah, bersemangat, aktif, tegas, dan berani. Dinamisme memperkokoh kesan keahlian dan kepercayaan.

2. sosiabilitas, adalah kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang periang dan suka bergaul.

3. kooreientasi, adalah kesan komunikan tentang komunikator sebagai orang yang mewakili kelompok dan nilai-nilai dari komunikan.

4. karisma, menunjukkan suatu sifat luar biasa yang dimiliki komunikator yang menarik dan mengendalikan komunikan seperti magnet menarik benda-benda sekitarnya. Karisma terletak pada persepsi komunikan.

Menurut Richard Ricke dan Malcolm Sillars kredibilitas ada tiga macam, yaitu :

1. kredibilitas tidak langsung, pembicara tidak menggunakan pernyataan-pernyataan khusus dari orang lain atau pernyataan pribadi yang langsung mengenai karakter pribadinya.

2. kredibilitas langsung, pembicara membuat pernyataan langsung mengenai dirinya.

3. kredibilitas sekunder, pembicara menggunakan kredibilitas orang lain sebagai dasar argumentasinya.

Sarana dan Mekanisme Koordinasi :

1. Kebijaksanaan : akan memberikan arah tujuan yang harus dicapai oleh segenap organisasi atau instansi sebagai pedoman, pegangan, atau bimbingan untuk mencapai kesepakatan sehingga tercapai keterpaduan, keselarasan dan keserasian dalam pencapaian tujuan.

2. Rencana : di dalam rencana yang baik tertuang secara jelas, sasaran, cara melakukan, waktu pelaksanaan, orang yang melaksanakan dan lokasi sehingga memudahkan untuk berkoordinasi.

3. Prosedur dan Tata Kerja : pada prinsipnya digunakan sebagai alat koordinasi untuk kegiatan yang sifatnya berulang-ulang, karena di dalamnya memuat ketentuan siapa melakukan apa, kapan dilaksanakan dan dengan siapa harus berhubungan.

4. Rapat dan Taklimat (Briefing) : rapat sebagai sarana koordinasi untuk menyatukan bahasa dan saling pengertian mengenai sesuatu masalah, sedang briefing sebagai sarana koordinasi dalam memberikan pengarahan, memperjelas atau menegaskan kebijaksanaan sesuatu masalah.

5. Surat Keputusan Bersama/Surat Edaran Bersama : sangat efektif dalam mewujudkan kesepakatan dan kesatuan gerak dalam pelaksanaan tugas antara dua lebih instansi yang terkait. SKB & SEB perlu ditindaklanjuti dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang disusun oleh masing-masing instansi secara serasi dan saling menunjang.

6. Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas : dilakukan bila kegiatan bersifat kompleks, mendesak, multi sektor, multi disiplin, multi fungsi sehingga asas fungsionalisasi secara teknis operasional sulit dilaksanakan maka untuk memantapkan koordinasi perlu dibentuk Tim, Panitia, Kelompok Kerja atau Gugus Tugas yang bersifat sementara dengan anggota-anggota dari berbagai instansi terkait.

7. Dewan atau Badan : dilakukan untuk menangani masalah yang sifatnya kompleks, sulit dan terus-menerus, serta belum ada suatu instansi yang secara fungsional menangani atau tidak mungkin dilaksanakan oleh sesuatu instansi fungsional yang sudah ada.

8. Sist. Adm. Manunggal Satu Atap (SAMSAT / One Roof System) & Sistem Pelayanan Satu Pintu (One Door Service) : dibentuk untuk memperlancar dan mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu gedung (satu atap). Perbedaannya kalau SAMSAT mewakili berbagai instansi, sedang SPSP merupakan suatu badan.

Pelaksanaan Koordinasi dalam Sistem Pemerintahan Indonesia :

a. Koordinasi di Tingkat Pusat

1. Sidang Kabinet

q Sidang Kabinet Paripurna

q Sidang Kabinet Terbatas

2. Rapat di Lingkungan Menteri Koordinator

3. Koordinasi antara Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat

b. Koordinasi di Tingkat Daerah

APENDIX :

Perbedaan antara Undang-undang No. 5 Tahun 1974 dengan Undang-undang No. 22 Tahun 1999 Revisi UU No. 32 Tahun 2004

N0.

Faktor Pembeda

UU No. 5 Tahun 1974

UU No. 22 Tahun 1999

1.

Pembagian Daerah

Daerah Otonom Tingkat I dan II

1. Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota yang bersifat otonom

2. Daerah Provinsi berkedudukan juga sebagai Wilayah Administratif

2.

Pembentukan Dan Susunan Daerah

Desentralisasi, dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Desentralisasi

3.

Kewenangan Daerah

Menyelenggarakan pemerintahan umum

Kewenangan seluruh bidang pemerintahan, kecuali : kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiscal, agama, kebijakan tentang perencanaan dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, system administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional.

4.

Bentuk Dan Susunan Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah terdiri dari :

1. Kepala Daerah :

- Tidak bertanggungjawab kepada DPRD

- Menetapkan peraturan daerah dengan persetujuan DPRD

- Menetapkan Keputusan lain dengan atau tanpa persetujuan DPRD

- Membimbing dan mengawasi DPRD

2. DPRD : mengatur dan mengurus dan melakukan pengawasan urusan rumah tangga daerah.

1. Pemerintah Daerah sebagai Badan Eksekutif Daerah terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya.

- Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD

- Kepala Daerah dipilih dan ditetapkan den diberhentikan oleh DPRD

2. DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah

- DPRD meminta pertanggungjawaban Kepala Daerah

- Memilih, mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Daerah

- Mengatur dan mengurus dan melakukan pengawasan pelaksanaan kerjasama internasional di daerah.

Perbedaan antara Negara Kesatuan Dengan Sentralisasi dan Negara Kesatuan Dengan Desentralisasi

Negara Kestuan Dengan Sentralisasi

Negara Kesatuan Dengan Desentralisasi

Sentralisasi mengandung makna yaitu wewenang untuk mengatur dan mengurus pemerintahan dilakukan secara keseluruhan oleh pemerintah pusat. Dalam Negara Kesatuan Dengan Sentralisasi semua hal diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, sedangkan daerah hanya menjalankan perintah-perintah dan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat.

Kelemahan-kelemahan Negara Kesatuan Sistem Sentralisasi :

1. bertumpuknya pekerjaan dan garapan di pemerintah pusat, sehingga seringkali menghambat kelancaran jalannya pemerintahan,

2. peraturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah pusat sering tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah yang beraneka ragam,

3. keputusan-keputusan dari pemerintah pusat sering terlambat.

Kelebihan-kelebihan Negara Kesatuan Sistem Sentralisasi :

1. adanya keseragaman atau persamaan (uniform) peraturan di seluruh wilayah negara.

2. penghasilan daerah dapat dipergunakan untuk kepentingan seluruh wilayah negara.

Desentralisasi mengandung makna bahwa wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tidak semata-mata dilakukan oleh pemerintah pusat, melainkan dilakukan juga oleh satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah, baik dalam satuan territorial maupun fungsional. Satuan-satuan pemerintahan yang lebih rendah diserahi dan dibiarkan mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri sebagaimana urusan pemerintahan.

Kelebihan-kelebihan Negara Kesatuan Sistem Desentralisasi :

1. pembangunan di daerah akan berkembang sesuai dengan cirri khas daerah itu sendiri,

2. peraturan dan kebijakan di daerah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah itu sendiri,

3. tidak bertumpuknya pekerjaan di pemerintah pusat, sehingga jalannya pemerintah lebih lancar,

4. partisipasi dan tanggungjawab masyarakat terhadap daerahnya akan meningkat.

Kelemahan-kelemahan Negara Kesatuan Sistem Desentralisasi :

1. adanya ketidakseragaman peraturan dan kebijakan pada tiap-tiap daerah,

2. adanya perbedaan kemajuan pembangunan tiap-tiap daerah.

Desentralisasi sebagai sendi sistem ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak hanya karena dihadapkan pada kenyataan bahwa Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang luas dan beraneka ragam dan keinginan untuk memelihara dan mengembangkan pemerintahan asli ke dalam satu kesatuan susunan ketatanegaraan Negara Kesatuan Republik Indonesia, melainkan juga didorong pula oleh pertimbangan untuk membentuk pemerintahan di daerah yang didasarkan pada permusyawaratan dan perwakilan dan sistem pemerintahan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Atmosudirdjo, Prof. Mr. S. Prayudi, 1987, Dasar-Dasar Ilmu Administrasi,

Jakarta, Ghalia Indonesia.

Baitholomew, Paul C., 1972, Public Administration, New Jersey,

Littlefield Adam & Co.

Blan, Peter M., 1969, Bureacracy In Modern Sociaty, New York, Random House

Coiden, Gerald E., 1982, Public Administration, California, Dickenson

Publishing Company Inc.

…………………., 1971, The Dynamic Of Public Administration Guiedelines To Current Transformations Ini Theory And Practice, New York, Holt Rinehart and Wiston Inc

Dwijowijoto, Riant Nugroho, 2003,

Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, PT Elex Media Komputindo, Jakarata.

Dimock, ME. & Dimock, G.D., 1978, Adnistrasi Negara, (terjemahan Drs. Husni Thamrin Pane), Jakarta Angkasa Baru

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Sistem Administrasi Negara Indonesia, LAN RI.

Siagian, S.P., 1973 Filsafat Administrasi, Jakarta Gunung Agung.

Sigit, Soehadi, 1983, Teori Kepemimpinan Dalam Manajemen, Yogyakarta Armurrita.

Surie, H. G, 1992, Ilmu Administrasi Negara, Jakarta Universitas Indonesia Press.

The Lian Gie dan Sutarto, 1978, Pengertian, Kedudukan dan Perincian Ilmu administrasi, Jakarta, Ghalia Indonesia.

Thoha, Miftah, 1986, Dimensi-dimensi Prima Ilmu Administrasi Negara, Jakarta, CV. Rajawali.

………………., 1983, Perilaku Organisasi, konsep dasar dan aplikasinya, Jakarta CV. Rajawali.

Waldo, Dwight, 1982, Pengantar Studi Public Administrasi, (terjemahan Drs. Slamet W. Atnosoedarmo), Jakarta, Aksara Baru

Wayong, J. dan Achmad Ichsan, SH., 1983, Fungsi Administrasi Negara, Jakarta, djambatan.

1 komentar:

die mengatakan...

saya salah satu mahasiswa STIA MYB!...terimakasih atas blogger yang bapak buat!...karena sangat membantu dalam akses belajar di luar perkuliahan saya!...mudah2han dapat bermanfaat bagi mahasiswa lain dan pengunjung blogger ini!...

....sukses selalu dosen qu.....